Bencana besar di Sumatra kembali mengungkap persoalan mendasar dalam tata kelola ruang dan pengawasan lingkungan. Banjir yang meluas bukan semata akibat cuaca ekstrem, tetapi hasil dari akumulasi kebijakan yang longgar, termasuk pemberian izin lahan yang tidak diikuti pengendalian ketat. Penegasan Gubernur Sumatra Barat mengenai hal ini menambah urgensi perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan kehutanan dan perizinan.
Dalam konteks tersebut, edisi majalah ini disusun sebagai bekal refleksi bagi pejabat publik PKS. Krisis menuntut kompetensi teknis sekaligus ketegasan moral; pejabat publik perlu hadir bukan hanya sebagai simbol empati, tetapi sebagai penggerak perbaikan kebijakan dari hulu ke hilir.
Gerak cepat struktur kader, relawan, serta jaringan perempuan PKS yang turun membantu penyintas menunjukkan bahwa infrastruktur sosial partai dapat bekerja efektif. Namun, kerja lapangan hanya satu sisi. Pejabat publik PKS dituntut memastikan bahwa respon darurat terhubung dengan pembenahan tata kelola: pengawasan lahan yang lebih ketat, perbaikan tata ruang, dan koordinasi lintas sektor yang disiplin.
Edisi ini mengajak pejabat publik PKS melihat bencana sebagai momentum pembelajaran institusional
Pertimbangan mengenai penetapan status Bencana Nasional pun menjadi uji kepemimpinan. Keputusan demikian menuntut keberanian menempatkan keselamatan warga di atas pertimbangan lainnya, sekaligus kesiapan untuk bertindak berdasarkan data dan proyeksi risiko jangka panjang.
Edisi ini mengajak pejabat publik PKS melihat bencana sebagai momentum pembelajaran institusional. Indonesia tidak kekurangan kapasitas; yang dibutuhkan adalah konsistensi, keberanian memperbaiki pola yang keliru, dan komitmen menempatkan keselamatan rakyat sebagai mandat tertinggi.
Kepemimpinan yang kuat bukan hanya hadir ketika bencana tiba, tetapi memastikan agar kerentanan serupa tidak terus berulang. Edisi ini diharapkan menjadi dorongan untuk melangkah ke arah itu.
Download selengkapnya Majalah Sinergi kedua:
